Kamis, 09 September 1999

REMBOKEN ADALAH "PUSAT BUMI"

Remboken adalah "Pusat Bumi"
Itulah kalimat tentang Remboken dalam buku,:  “De Minahassa, haar verleden en haar tegenwoordige toestand” (Minahasa, Masa Lalu dan Masa Kini), yang ditulis oleh Nicolaas Graafland (1874) mengutip pernyataan penduduk pada masa itu.

======================

Adalah kepercayaan orang Minahasa purba, atau juga disebut dengan "Kepercayaan Alifuru", bahwa orang-orang terkemuka, orang-orang kaya serta para pembuat foso (ritual agama Alifuru) terkemuka, sebelum mereka berangkat menuju Sinawayan (Surga / khayangan / langit tingkat tujuh), mereka harus mengunjungi dulu negeri dibawah kekuasaan Empung Makawalang (penguasa Tanah Minahasa), untuk mendapatkan darinya sepotong daging dari babi raksasa, yang menyebabkan rasa gatal ditubuh babi itu, maka kemudian babi itu akan menggosok-gosokkan bagian tubuh yang gatal itu ke tiang rumah penyanggah bumi yang dibuat Si Empung Makawalang dan menyebabkan bumi berguncang atau terjadi gempa bumi.

Dalam tradisi agama Alifuru, ketika para pembuat foso akan mencapai Langit Tingkat Tujuh (Sinawayan), maka akan terjadi gempa besar di bumi. Namun, di negeri Remboken gempa bumi itu tidak terasa. 

Kepercayaan Alifuru dalam legenda Makawalang menyebutkan bahwa negeri yang didiami si Empung Makawalang adalah negeri Remboken, sehingga Remboken diyakini merupakan "Pusat Bumi". Sehingga, jika terjadi gempa bumi di tanah Minahasa, tidak akan terasa di negeri Remboken.  

=============

LEGENDA MAKAWALANG

Pada zaman dahulu kala, di Gunung Lokon Minahasa, hiduplah seorang leluhur bernama Makawalang. Di Gunung Lokon, Makawalang hidup aman dan sejahtera. Akan tetapi, pada suatu hari, datanglah sepasang suami-isteri yaitu Pinontoan dan Ambilingan yang mengaku bahwa tempat yang didiami Makawalang adalah negeri milik mereka, lalu mereka meminta Makawalang untuk pindah dari negeri tersebut. Makawalang akhirnya menyerah dan tidak bisa berbuat banyak, dan dengan hati yang sangat sedih dan sangat kecewa, Makawalang keluar dan meninggalkan negeri tersebut. 

Makawalang berjalan menyusuri gunung dan pegunungan serta hutan rimba tanah Minahasa, hingga tibalah ia di negeri Remboken, dan menemukan suatu tempat berbentuk gua di bukit Mata Tombak.  Makawalang memilih untuk menetap disitu, lalu menancapkan tiang-tiang besar untuk menyanggah tanah dan bumi, agar bumi jangan runtuh menindihnya.

Di negeri Remboken, Makawalang hidup dengan bebas dan bahagia, sambil memelihara babi-babi hutan. Namun jika babi-babi hutan itu menggosokkan tubuhnya ke tiang penyanggah bumi buatan Makawalang, maka terjadilah gempa bumi. Jika babi-babi hutan itu besuir-suir atau mengorek-ngorek tanah, maka di bumi akan terjadi kerusakan tanah atau longsor besar.bahkan gelombang pasang besar di pantai.

Untuk meredakan gempa bumi, penduduk bumi harus membunyikkan atau memukul "tetengkoren" yang terbuat dari bambu, atau barang apa saja yang dapat mengeluarkan suara nyaring, sambil menyerukan kalimat berulang-ulang: "Wangko, wangko, tambah hebat lagi, tambah hebat lagi !!!" dengan maksud meminta agar babi hutan milik Makawalang berhenti menggosok-gosokkan tubuhnya di tiang penyanggah bumi.

Namun di negeri Remboken, walaupun terjadi gempa bumi besar, namun tidak begitu terasa, karena Remboken dekat dengan penyaggah-penyaggah bumi yang dibuat Makawalang, sehingga kemudian penduduk Minahasa menyebut negeri Remboken sebagai pusat dari bumi ini.

==================

Tidak ada komentar:

Posting Komentar